Total Tayangan Halaman

Kamis, 18 Desember 2014

Legenda Gunung Tangkuban perahu



Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya. Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus menikahi Anjing tersebut.
Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.
Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayang Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.
Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu (perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.

Dari cerita ini secara logis saya masih kurang mempercainya yaitu mulai dari manusia (dayang sumbi) yang menikahi seekor anjing (Tumang) dapat mempunyai seorang keturunan manusia dari pernikahannya. Kemudian prasyarat yang dibuat oleh dayang sumbi kepada sangkuriang yang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing. Kenapa bisa begitu cepat sekali bisa hampir satu malam dapat menyelesaikannya. memang secara logis itu mustahil. Tetapi kalau dilihat dari cerita pembuatan candi prambanan, piramida, candi borobur itu juga rasanya tidak mungkin dibuat pada zaman dahulu dengan alat yang masih sederhana tetapi nyatanya bisa tercipta.
Dan walaupun kebenaran dari cerita tersebut belum terbukti tetapi masyarakat mempercainya bahwa lengenda tersebut benar adanya.

Filosofi Rumput



Tanpa rumput, maka kita tidak akan pernah merasakan manisnya segelas susu, lezatnya sepotong daging. Coba kamu bayangkan, andai di dunia ini tidak di ciptakan rumput, susu dan daging tidak akan ada. Sapi, domba, kambing, kerbau, tidak akan bisa bertahan hidup.
Rumput sebagian besar memenuhi tiap isi semesta ini. Ia menjadi tempat bernaung bagi makhluk hidup. Apakah kamu pernah melihat seekor belalang yang sedang asyik bermain di rerumputan? Ia bermain, serta memakan rumput – rumput kesukaannya. Kamu juga pernah melihat bagaimana lahapnya seekor sapi yang mengunyah begitu banyak rumput, bukan? Rumput menjadi sumber kehidupan.
Terlalu sering kamu menginjakkan kakimu padanya, namun pernahkan kamu belajar juga kepada dirinya? Belajar jika dirimu terinjak-injak, kamu akan bisa setegar dirinya. Perhatikanlah dengan baik, rumput yang terinjak tak akan pernah mati walau berkali-kali, beratus kali, atau mungkin beribu kali ia terinjak, ia akan terus hidup. Sungguh ajaib Tuhan menciptakannya, ia mempunyai kemampuan bertahan hidup begitu istimewa dibandingkan dengan tanaman lainnya.
Rumput memberi pelajaran tentang kehidupan. Ia mengajarkan kita apa itu menjadi tegar. Rumput bisa tumbuh dimana saja. Di atas tanah tandus, kering, terjal, di atas bebatuan, bahkan di dalam lautan, rumput bisa hidup. Bila di bandingkan dengan kita yang setiap saat mengeluh tentang betapa sulitnya menjalani hidup. Rumput menerima takdir Tuhan atas penciptaannya, Meski ada yang membencinya sebagai tanaman pengganggu.
Bagi banyak orang terutama yang gemar bercocok tanam, rumput itu merupakan tanaman pengganggu, liar, gak berguna, perusak, atau apalah. Beda dengan padi yang sengaja ditanam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Atau tanaman hias lainnya yang dipelihara hanya untuk dinikmati keindahannya. Tapi taukah kamu, jika kita memandang dari sisi lain. Kita bisa bercermin dari sifat tanaman rumput. Walaupun rumput tumbuh dengan liar tapi dia bisa bertahan hidup bahkan di cuaca ekstrim sekalipun. Walaupun sudah dicabut, dibakar, benih-benihnya akan tetap tumbuh. Walau sering di injak-injak, tapi dia dapat kembali tegak. Walau kadang disebut perusak, namun dia bermanfaat untuk pakan ternak. Cerminan yang dapat kita tiru dari rumput adalah caranya tetap bertahan hidup dari segala cobaan yang dihadapi. Semangatnya untuk dapat tumbuh kembali walau keadaan lingkungan yang tidak menghendaki bahkan meremehkan keberadaannya. Dan rumput bisa membuktikan bahwa ia tetap tumbuh, menyegarkan setiap pandangan mata serta berguna bagi mereka yang membutuhkannya.

Rabu, 17 Desember 2014

Filosofi Air Mata



Ketika manusia dilahirkan dari perut ibunya, tindakan pertama yang dilakukanya adalah menangis. Ini adalah satu aktivitas yang sangat penting baik bagi bayi maupun bagi keluarga yang sedang menerima kehadiran anggota baru keluarganya. Menangis selanjutnya menjadi aktivitas rutin si anak jika ia membutuhkan sesuatu. Manangis adalah satu-satunya cara bayi untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang berada disekitarnya. Ketika ia merasa tidak nyaman karena ompolnya, ia akan menangis sejadi-jadimya agar si ibu mendatanginya dengan penuh cinta dan membersihkan kotoran yang ada dalam popoknya.
Setelah popok diganti dengan yang beersih ia akan diam dan tidur nyenyak. Ketika lapar dan haus pun demikian. Ia akan melakukan itu (menangis) untuk mengatakan bahwa "ibu, aku tidak merasa aman/nyaman". Yah, kira-kira itulah bahasa terjemahanya.
Seiring berjalanya waktu si bayi sudah bisa berdiri dan berkomunikasi. Namun apakah potensi menangis sudah hilang? Tidak. Ia masih menyimpanya. Dan akan menggunakanya ketika sensor ketidaknyamanan anak tersebut berkedip. Ketika terjatuh, atau diniaya orang yang lebih besar, ia akan melakukan itu. Namun pengendalianya sudah teratur. Ia tidak akan menangis sebagaimana ia dahulu waktu bayi. Ia akan menangis jika memang sudah tak ada lagi jalan lain untuk meluapkan kesedihan dan kejengkelanya dalam hal-hal tertentu. Lebih dari itu, menangis akan menjadi sebuah senjata yang luar biasa bagi kaum hawa dalam menaklukkan pasanganya. Namun ini adalah bahasan lain tentang the power of women tears.
Manusia dewasa hanya akan menangis ketika emosional terdalamnya tersentuh. Perubahan perilaku ini tidak hanya dipengaruhi oleh umur dan kedewasaanya, namun lebih pada kemapuannya untuk menganalisa masalah dengan membedakan antara emosional yang menuntut meneteskan air mata dengan yang tidak. 
Namun diantara tangisan yang paling bermakna adalah tangisan sebagai rekasi terhadap kejadian yang menimpa orang lain disekitarnya. Disinilah, air mata menjadi berharga. Karena air mata tidak dikeluarkan untuk dirinya, Bukan karena dirinya terancam atau merasakan kepiluan emosional. Namun tangisan dan air mata ini ditujukan untuk orang lain yang ada disekitarnya sebagai cara dia untuk meluapkan rasa kasih pada kaum lemah dan perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan yang sedang dilihatnya. 
Ketika melihat seseorang disiksa atau dizalimi, dikedalaman hati manusia akan terasa pedih, hati terasa penuh, dada terasa sesak dan air mata menggenang di pelupuk mata. Inilah tangisan yang menggugah hati, dan menimbulkan efek positif. Efek positif yang dimaksud adalah kesadaran akan hakikat manusia yang senantiasa membenci kejahatan dan membela yang lemah. Tanpa tangisan, manusia tak lebih dari sekawanan binatang yang biasa-biasa saja ketika melihat kawannya diterkam dan dimakan oleh predator lain.
Namun tangisan terhadap Imam Husein bukan sekedar kasihan terhadap imam husein yang sedang teraniaya. Namun tangisan terhadap Imam Husein dalah symbol perlawanan terhadap segala macam bentu kezaliman dan pengkhianatan. Tangisan untuk Imam Husein adalah bentuk Tawalli dan tabarri. Artinya bahwa mereka yang tidak meneteskan air mata untuk Imam Husein, maka ia pasti tidak akan tergugah hatinya ketika melihat penindasan dan kezaliman. Mengapa? Karena Imam Husein adalah ukuran kebenaran. Imam Husein adalah symbol kebenaran dan keadilan. Jika imam dilawan, maka sudah pasti lawanya adalah kejahatandan kezaliman. Karena tidak mungkin kebenaran melawan kebenaran. 
Apalagi Imam sebagai kebenaran sedang dihancurkan, maka bagaimana mungkin manusia berakal akan tinggal diam dan bersikap acuh melihat peristiwa agung ini. Nabi Ayyub as menangis sampai buta matanya hanya karena ditinggal anaknya, padahal ia tahu bahwa anaknya masih hidup. Namun adakah manusia yang mengaku umat nabi saw kemudian acuh dengan penganiayaan yang dilakukan terhadap cucu nabinya? Sudah pasti, manusia itu sudah menukar harga dirinya sebagai manusia dengan sesuatu yang jauh lebih rendah dan hina.

Filosofi Bunga Sebagai Simbol Dalam Kehidupan Berbudaya dan mitos bunga melati


 
Bunga adalah sebagian dari keindahan alam yang bisa membawa kita pada perasaan halus dan suci bersih, sehingga ia sering dipakai untuk mengekspresikan perasaan sayang, gembira, bersyukur, juga dukacita. Jenis bunga tertentu juga dikaitkan dengan legenda atau mitos tertentu. Bunga dipakai pada waktu pesta ulang tahun, pertunangan, pernikahan, pernikahan tembaga (12,5 tahun), pernikahan perak (25 tahun), pernikahan emas (50 tahun), serta kelahiran anak. Penggunaannya sebagai simbol cinta, kesehatan dan panjang umur. Bunga juga diletakkan di kuburan orang yang dicintai sebagai tanda berkabung dan hormat.
Bunga dipakai dalam perayaan hari-hari besar, kemerdekaan, pertemuan rapat kerja dan kongres, menyambut tamu negara, menghormati para pahlawan dan duta olahraga sebagai simbol penghargaan dan sukacita. Ruang pesta perayaan tanpa bunga akan hambar, tak terasa suasana gembira. Bunga dipakai dalam perayaan dan upacara keagamaan sebagai rasa hormat dan memuliakan keagungan Tuhan.
Bunga juga dipakai sebagai penghias meja rumah makan, ruang restoran, ruang hotel, ruang tamu dan rumah tinggal, untuk menyemarakkan suasana. Beberapa jenis bunga bahkan ada yang dianggap bernilai sakral, karena dipercaya memiliki pengaruh dan keistimewaan tertentu. Nilai dan makna bunga selalu dikaitkan dengan bentuk, warna, aroma, dan legenda, mitos atau kepercayaan tertentu.
Bunga dipersembahkan sebagai sesaji atau simbol ungkapan perasaan kepada orang lain dalam bentuk rangkaian yang terdiri dari beberapa macam warna dan jenis bunga. Di kalangan penggemar bunga, warna mutlak melambangkan sesuatu. Putih dianggap melambangkan kesucian, kepercayaan, kejujuran, dan berkabung. Kuning melambangkan kebencian, duka, kesedihan. Hitam melambangkan dukacita, kesungguhan hati, kesedihan. Biru melambangkan kesetiaan dan perenungan yang dalam. Hijau melambangkan kesuburan, keremajaan, pengharapan. Merah melambangkan asmara, kemasyhuran, nafsu amarah, daya atau hasrat yang kuat. Merah jambu melambangkan cinta yang mesra, kasih anak, dan kasih sayang. Ungu melambangkan sedih hati serta renungan yang mendalam. Emas melambangkan kemegahan dan kekuasaan. Perak melambangkan kepercayaan yang teguh. Kekuning-kuningan melambangkan kesungguhan hati.
Bunga melati, bernama latin Jasminum sambac, famili Oleaceae, telah dinobatkan sebagai puspa bangsa, maskot bangsa Indonesia di dunia Internasional. Bunga itu merupakan simbol kesucian, ketulusan dan kebersihan hati.


Contoh mitos bunga melati :

  •  Pada seorang pengantin yang menggunakan melati tidak akan wangi kalau pengantin itu sedang hamil atau Melati nya nggak semerbak bila dibandingkan sama yang masih perawan.

  • Tiap kali ada harum bunga melati disuatu tempat tetapi tidak ada tanaman atau lainnya yang berbau melati dipercaya bahwa ada hal gaib ditempat tersebut.
  • Tradisi ini beredar di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Biasanya, pengantin pria dan wanita dari daerah ini akan memakai hiasan pernikahan berupa bunga melati. Jika Anda adalah wanita, curilah sekuntum bunga melati yang ada di keris pengantin pria (pengantin pria tidak boleh tahu, namanya juga mencuri). Konon, Anda akan enteng jodoh. Agak susah sih.. tapi seru juga demi enteng jodoh.

  • Kalau pengantin Indonesia memakai tradisi barat, akan ada acara lempar buket bunga pengantin. Mitos dari negara barat mengatakan bahwa wanita yang mendapat buket bunga yang dilempar akan enteng jodoh.


Senin, 15 Desember 2014

Ronggo Warsito




                                                         
Raden Ngabehi Rangga Warsita (alternatif: Ronggowarsito; lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret 1802 – meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873 pada umur 71 tahun) adalah pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.

Asal-Usul
Nama aslinya adalah Bagus Burhan. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara (juga disebut Mas Ngabehi Ranggawarsita. Ayahnya adalah cucu dari Yasadipura II, pujangga utama Kasunanan Surakarta. Ayah Bagus Burhan merupakan keturunan Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak. Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya, abdi dari ayahnya.

Riwayat Masa Muda
Sewaktu muda Burhan terkenal nakal dan gemar judi. Ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo). Pada mulanya ia tetap saja bandel, bahkan sampai kabur ke Madiun. Setelah kembali ke Ponorogo, konon, ia mendapat "pencerahan" di Sungai Kedungwatu, sehingga berubah menjadi pemuda alim yang pandai mengaji. Ketika pulang ke Surakarta, Burhan diambil sebagai cucu angkat Panembahan Buminoto (adik Pakubuwana IV). Ia kemudian diangkat sebagai Carik Kadipaten Anom bergelar Mas Pajanganom tanggal 28 Oktober 1819.
Pada masa pemerintahan Pakubuwana V (18201823), karier Burhan tersendat-sendat karena raja baru ini kurang suka dengan Panembahan Buminoto yang selalu mendesaknya agar pangkat Burham dinaikkan. Pada tanggal 9 November 1821 Burhan menikah dengan Raden Ayu Gombak dan ikut mertuanya, yaitu Adipati Cakradiningrat di Kediri. Di sana ia merasa jenuh dan memutuskan berkelana ditemani Ki Tanujoyo. Konon, Burhan berkelana sampai ke Pulau Bali untuk mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku.

Puncak Kejayaan Karier
Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830. Lalu setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845. Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.
Naskah-naskah babad cenderung bersifat simbolis dalam menggambarkan keistimewaan Ranggawarsita. Misalnya, ia dikisahkan mengerti bahasa binatang. Ini merupakan simbol bahwa, Ranggawarsita peka terhadap keluh kesah rakyat kecil.

Misteri Kematian
Patung Rangga Warsita di depan museum Radya Pustaka, Surakarta.
Pakubuwana IX naik takhta sejak tahun 1861. Ia adalah putra Pakubuwana VI yang dibuang ke Ambon tahun 1830 karena mendukung Pangeran Diponegoro. Konon, sebelum menangkap Pakubuwana VI, pihak Belanda lebih dulu menangkap juru tulis keraton, yaitu Mas Pajangswara untuk dimintai kesaksian. Meskipun disiksa sampai tewas, Pajangswara tetap diam tidak mau membocorkan hubungan Pakubuwana VI dengan Pangeran Dipanegara. Meskipun demikian, Belanda tetap saja membuang Pakubuwana VI dengan alasan bahwa Pajangswara telah membocorkan semuanya. Fitnah inilah yang menyebabkan Pakubuwana IX kurang menyukai Ranggawarsita, yang tidak lain adalah putra Pajangswara.
Hubungan Ranggawarsita dengan Belanda juga kurang baik. Meskipun ia memiliki sahabat dan murid seorang Indo bernama C.F. Winter, Sr., tetap saja gerak-geriknya diawasi Belanda. Ranggawarsita dianggap sebagai jurnalis berbahaya yang tulisan-tulisannya dapat membangkitkan semangat juang kaum pribumi. Karena suasana kerja yang semakin tegang, akibatnya Ranggawarsita pun keluar dari jabatan redaksi surat kabar Bramartani tahun 1870. Ranggawarsita meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.
Penulis yang berpendapat demikian adalah Suripan Sadi Hutomo (1979) dan Andjar Any (1979). Pendapat tersebut mendapat bantahan dari pihak elit keraton Kasunanan Surakarta yang berpendapat kalau Ranggawarsita adalah peramal ulung sehingga tidak aneh kalau ia dapat meramal hari kematiannya sendiri. Ranggawarsita dimakamkan di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Makamnya pernah dikunjungi dua presiden Indonesia, yaitu Soekarno dan Gus Dur pada masa mereka menjabat.

Ramalan Satrio Piningit Ronggowarsito
Trio Lelono Topo Ngrame, Satrio Hamong Tuwuh, Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu. Berkenaan dengan itu, banyak kalangan yang kemudian mencoba menafsirkan ke-tujuh Satrio Piningit itu adalah sebagai berikut :

  1. SATRIO KINUNJORO MURWO KUNCORO. Tokoh pemimpin yang akrab dengan penjara (Kinunjoro), yang akan membebaskan bangsa ini dari belenggu keterpenjaraan dan akan kemudian menjadi tokoh pemimpin yang sangat tersohor diseluruh jagad (Murwo Kuncoro). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang juga Pemimpin Besar Revolusi dan pemimpin Rezim Orde Lama. Berkuasa tahun 1945-1967. 
  2. SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR. Tokoh pemimpin yang berharta dunia (Mukti) juga berwibawa/ditakuti (Wibowo), namun akan mengalami suatu keadaan selalu dipersalahkan, serba buruk dan juga selalu dikaitkan dengan segala keburukan / kesalahan (Kesandung Kesampar). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soeharto, Presiden Kedua Republik Indonesia dan pemimpin Rezim Orde Baru yang ditakuti. Berkuasa tahun 1967-1998.
  3. SATRIO JINUMPUT SUMELA ATUR. Tokoh pemimpin yang diangkat/terpungut (Jinumput) akan tetapi hanya dalam masa jeda atau transisi atau sekedar menyelingi saja (Sumela Atur). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai BJ Habibie, Presiden Ketiga Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1998-1999. 
  4. SATRIO LELONO TAPA NGRAME. Tokoh pemimpin yang suka mengembara / keliling dunia (Lelono) akan tetapi dia juga seseorang yang mempunyai tingkat kejiwaan Religius yang cukup / Rohaniawan (Tapa Ngrame). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Keempat Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1999-2000.
  5. SATRIO PININGIT HAMONG TUWUH. Tokoh pemimpin yang muncul membawa kharisma keturunan dari moyangnya (Hamong Tuwuh). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Megawati Soekarnoputri, Presiden Kelima Republik Indonesia. Berkuasa tahun 2000-2004.
  6. SATRIO BOYONG PAMBUKANING GAPURO. Tokoh pemimpin yang berpindah tempat (Boyong) dan akan menjadi peletak dasar sebagai pembuka gerbang menuju tercapainya zaman keemasan (Pambukaning Gapuro). Banyak pihak yang menyakini tafsir dari tokoh yang dimaksud ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Ia akan selamat memimpin bangsa ini dengan baik manakala mau dan mampumensinergikan dengan kekuatan Sang Satria Piningit atau setidaknya dengan seorang spiritualis sejati satria piningit yang hanya memikirkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga gerbang mercusuar dunia akan mulai terkuak. Mengandalkan para birokrat dan teknokrat saja tak akan mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Ancaman bencana alam, disintegrasi bangsa dan anarkhisme seiring prahara yang terus terjadi akan memandulkan kebijakan yang diambil.
  7. SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU. Tokoh pemimpin yang amat sangat Religius sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan (Pinandito) dan akan senantiasa bertindak atas dasar hukum / petunjuk Allah SWT (Sinisihan Wahyu). Dengan selalu bersandar hanya kepada Allah SWT, Insya Allah, bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang sejati.
Selain masing-masing satrio itu menjadi ciri-ciri dari masing-masing pemimpin NKRI pada setiap masanya, ternyata tujuh satrio piningit itu melambangkan tujuh sifat yang menyatu di dalam diri seorang pandhita yang telah kita tahu adalah Putra Betara Indra yang juga Budak Angon seperti telah diungkap di atas. Berikut ini adalah sifat-sifat “Satrio Piningit” sejati hasil bedah hakekat bapak Budi Marhaen terhadap apa yang telah ditulis oleh R.Ng. Ronggowarsito :
  1. Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoromelambangkan orang yang sepanjang hidupnya terpenjara namun namanya harum mewangi. Sifat ini hanya dimi­liki oleh orang yang telah menguasai Artadaya (ma’rifat sebenar-benar ma’rifat). Diberikan anugerah kewaskitaan atau kesaktian oleh Allah SWT, namun tidak pernah menampakkan kesaktiannya itu. Jadi sifat ini melambangkan orang berilmu yang amat sangat tawadhu.’
  2. Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesamparmelambangkan orang yang kaya akan ilmu dan berwibawa, namun hidupnya kesandung kesampar, artinya penderitaan dan pengorbanan telah menjadi teman hidupnya yang setia. Tidak terkecuali fitnah dan caci maki selalu menyertainya. Semua itu dihadapinya dengan penuh kesabaran, ikhlas dan tawakal. 
  3. Satrio Jinumput Sumelo Aturmelambangkan orang yang terpilih oleh Allah SWT guna melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjalankan missi-Nya. Hal ini dibuktikan dengan pemberian anugerah-Nya berupa ilmu laduni kepada orang tersebut.
  4. Satrio Lelono Topo Ngramemelambangkan orang yang sepanjang hidupnya melakukan perjalanan spiritual dengan melakukan tasawuf hidup (tapaning ngaurip). Bersikap zuhud dan selalu membantu (tetulung) kepada orang-orang yang dirundung kesulitan dan kesusahan dalam hidupnya.
  5. Satrio Hamong Tuwuhmelambangkan orang yang memiliki dan membawa kharisma leluhur suci serta memiliki tuah karena itu selalu mendapatkan pengayoman dan petunjuk dari Allah SWT. Dalam budaya Jawa orang tersebut biasanya ditandai dengan wasilah memegang pusaka tertentu sebagai perlambangnya. 
  6. Satrio Boyong Pambukaning Gapuromelambangkan orang yang melakukan hijrah dari suatu tempat ke tempat lain yang diberkahi Allah SWT atas petunjuk-Nya. Hakekat hijrah ini adalah sebagai perlambang diri menuju pada kesempurnaan hidup (kasampurnaning ngaurip). Dalam kaitan ini maka tempat yang ditunjuk itu adalah Lebak Cawéné = Gunung Perahu = Semarang Tembayat.
  7. Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyumelambangkan orang yang memiliki enam sifat di atas. Sehingga orang tersebut digambarkan sebagai seorang pinandhita atau alim yang selalu mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Maka hakekat Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu adalah utusan Allah SWT atau bisa dikatakan seorang Aulia (waliyullah).